Laman

Saturday, 2 February 2013

Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Kehamilan


Selain faktor fisik, hal-hal yang dapat berpengaruh pada wanita selama kehamilan adalah faktor psikologis, karena adanya perubahan-perubahan psikis yang terjadi pada wanita selama masa hamil. Beberapa faktor psikologis yang dapat berpengaruh dalam kehamilan akan diuraikan di bawah ini.

a.    Stressor (Indrayani. 2011)
Stress yang terjadi pada ibu hamil dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin. Janin dapat mengalami keterhambatan perkembangan atau gangguan emosi saat lahir nanti jika stress pada ibu tidak tertangani dengan baik.
Stress merupakan reaksi individu terhadap situasi yang menimbulkan tekanan atau ancaman. Respon non spesifik dari tubuh terhadap tuntutan yang harus dilakukan tubuh. Pengertian stressor sendiri adalah semua faktor yang menimbulkan stress yang mengganggu keseimbangan tubuh.
Stressor ini terbagi menjadi dua, yaitu : 
1)   Stressor Internal
Faktor psikologis yang berpengaruh dalam kehamilan dapat berasal dari dalam diri ibu hamil (internal) dan dapat juga berasal dari faktor luar diri ibu hamil. (Rukiyah, Ai yeyeh, dkk. 2009)
Faktos psikologis yang mempengaruhi kehamilan berasal dari dalam diri ibu dapat berupa latar belakang kepribadian ibu dan pengaruh perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan. (Rukiyah, Ai yeyeh, dkk. 2009)
Ibu hamil yang memiliki kepribadian immature (kurang matang) biasanya dijumpai pada calon ibu dengan usia yang masih sangat muda, introvert (tidak mau berbagi dengan orang lain) atau tidak seimbang antara perilaku dan perasaannya, cenderung menun jukkan emosi yang tidak stabil dalam menghadapi kehamilannya dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki kepribadian yang mantap dan dewasa. Ibu hamil dengan kepribadian seperti ini biasanya menunjukkan kecemasan dan ketakutan yang berlebihan terhadap dirinya dan bayi yang dikandungnya selama kehamilan. Sehingga ibu tersebut lebih mudah mengalami depresi selama kehamilannya. Ia merasa kehamilannya merupakan beban yang sangat berat dan tidak menyenangkan. (Rukiyah, Ai yeyeh, dkk. 2009)
Demikian pula dengan pengaruh perubahan hormon yang berlangsung selama kehamilan juga berperan dalam perubahan emosi, membuat perasaan jadi tidak menentu, konsentrasi berkurang dan sering pusing. Hal ini menyebabkan ibu merasa tidak nyaman selama kehamilan dan memicu timbulnya stress yang ditandai ibu sering murung. (Rukiyah, Ai yeyeh, dkk. 2009)

·       Faktor fisiologis saat kehamilan (Indrayani.2011).
Ketidakmampuan dalam beradaptasi pada perubahan-perubahan fisiknya dapat mengakibatkan stress, misalnya dalam hal perubahan postur tubuh, mual dan muntah.
Pada awal masa kehamilan, morning sickness seringkali merupakan hal yang menakutkan bagi ibu hamil. Hal itu sering menyebabkan kurangnya asupan makanan yang sehat, padahal masa tersebut merupakan masa penting bagi perkembangan janin dan gejala morning sickness juga merupakan suatu perlindungan tubuh untuk melawan makanan yang tidak sehat yang masuk ke dalam tubuh.
·       Faktor psikologis saat kehamilan (Indrayani . 2011).
Faktor psikologis ini seperti; ketakutan dan emosi yang kurang stabil. Seringkali ketakutan ini timbul dan membayangi pikiran ibu, seperti; ketakutan meninggal pada saat melahirkan, bayi lahir mati, rumah sakit, dokter, kesakitan ibu setelah melahirkan. Salah satu tanda dari kehamilan, adanya kenaikan emosional. Mood yang turun naik merupakan hal yang biasa, seringkali sensitif dan sangat peka. Pada multipara stress dapat berasal dari rasa khawatir tidak dapat memberikan rasa sayang dan perhatian secara adil kepada bayi dan anak lainnya, juga khawatir akan riwayat komplikasi persalinan dan kehamilan yang lalu akan terulang kembali.
2)   Stressor Eksternal (Indrayani. 2011)
 Berasal dari orang lain, sikap penerimaan atau penolakan orang lain terhadap individu. Penyebab lain dari stress dapat berasal dari eksternal dimana terjadinya keretakan dalam rumah tangga, pengangguran atau adanya kematian anggota keluarga.
Stress kronis dapat disebabkan dari keadaan rumah yang tidak tenang, KDRT, pekerjaan yang disertai stress atau perjalanan yang lama.
Faktor psikologis yang berasal dari luar diri ibu dapat berupa pengalaman ibu misalnya ibu mengalami masa anak-anak yang bahagia dan mendapatkan cukup cinta kasih berasal dari keluarga bahagia sehingga mempunyai anak dianggap sesuatu yang diinginkan dan menyenangkan maka ia pun terdorong secara psikologis untuk mampu memberikan kasih sayang kepada anaknya. Selain itu pengalaman ibu yang buruk tentang proses kehamilan atau persalinan yang meninggalkan trauma berat bagi ibu dapat juga menimbulkan gangguan emosi yang mempengaruhi kehamilannya. (Rukiyah, Ai yeyeh, dkk. 2009)

Terdapat tingkatan stress, yaitu stress yang ringan dimana orang tersebut tidak merasakan adanya perubahan atau rangsangan yang berarti sedangkan pada stress yang berat sebaliknya sehingga dapat menyebabkan gangguan perkembangan fisik seseorang seperti penyakit jantung, peptic ulaer, migraine dan infeksi. Dampak lain, yaitu gangguan psikologi seperti kecemasan, kemarahan, depresi, atau bahkan kematian.
Gangguan emosi baik berupa stress atau depresi yang di alami pada trimester pertama kehamilan akan berpengaruh pada janin, karena pada saat itu janin sedang dalam masa pembentukan. Akan mengakibatkan pertumbuhan bayi terhambat atau BBLR. (Rukiyah, Ai yeyeh, dkk. 2009)
Bukan hanya itu, pada pertumbuhan anaknya nanti anak dapat mengalami kesulitan belajar, sering ketakutan bahkan tidak jarang hiperaktif karena bila dalam kehamilan ibu merasa gelisah maka terjadi perubahan neurotransmitter diotaknya dan mempengaruhi sistem neurotransmitter janin melalui plasenta. Selain itu dapat meningkatkan produksi neural adrenalin, serotonin dan gotamin yang bisa masuk keperedaran darah janin sehingga mempengaruhi sistem sarafnya. (Rukiyah, Ai yeyeh, dkk. 2009)
Untuk itu dalam memberikan asuhan antenatal, bidan harus mampu memberikan pendidikan  parent education sejak kehamilan trimeseter I sehingga orang tua mendapat banyak pengetahuan terutama tentang perubahan yang terjadi selama kehamilan dan diharapkan bisa beradaptasi pada perubahan-perubahan psikologis tersebut (Rukiyah, Ai yeyeh, dkk. 2009)

b.   Support Keluarga (Indrayani. 2011)
Ibu merupakan salah satu anggota keluarga yang sangat berpengaruh sehingga perubahan apapun yang terjadi pada ibu akan mempengaruhi keadaan keluarga. (Rukiyah, Ai yeyeh, dkk. 2009)
Bagi pasangan baru, kehamilan merupakan kondisi dari masa anak menjadi orang tua sehingga kehamilan dianggap suatu krisis bagi kehidupan berkeluarga yang dapat diikuti oleh stress dan kecemasan. Jika krisis tersebut tidak dapat dipecahkan maka mengakibatkan timbulnya tingkah laku maladatif dalam anggota keluarga dan kemungkinan terjadi perpecahan antara anggota keluarga. Kemampuan untuk memecahkan krisis dengan sukses adalah kekuatan bagi keluarga untuk menciptakan hubungan yang baik. (Rukiyah, Ai yeyeh, dkk. 2009)
Tugas keluarga yang saling melengkapi sehingga dapat menghindari konflik yang diakibatkan oleh kehamilan dapat ditempuh dengan jalan : merencanakan dan mempersiapkan kehadiran anak, mengumpulkan dan memberikan informasi bagaimana merawat dan menjadi ibu atau ayah bagi bayi. (Rukiyah, Ai yeyeh, dkk. 2009)
Sedangkan dukungan keluarga yang dapat diberikan agar kehamilan dapat berjalan lancar antara lain: memberikan dukungan pada ibu untuk menerima kehamilannya; memberi dukungan pada ibu untuk menerima dan mempersiapkan peran sebagai ibu, memberikan dukungan pada ibu untuk menghilangkan rasa takut dan cemas terhadap persalinan, memberi dukungan pada ibu untuk menciptakan ikatan yang kuat antara ibu dan anak yang dikandungnya melalui perawatan kehamilan dan persalinan yang baik, menyiapkan keluarga lainnyan untuk menerima kehadiran anggota keluarga baru. (Rukiyah, Ai yeyeh, dkk. 2009)
Dukungan keluarga memegang peranan yang besar dalam menentukan status kesehatan ibu, karena selama hamil ibu mengalami perubahan fisik atau psikologis yang membuat emosi ibu labil. Jika seluruh keluarga mengharapkan kehamilan, mendukung bahkan memperlihatkan dukungannya dalam berbagai hal, maka ibu hamil akan merasa lebih percaya diri, lebih bahagia dan siap dalam menjalani kehamilan, persalinan dan masa nifas.
Suami sebagai orang yang paling sering mendampingi ibu hamil, tentunya juga memiliki pengaruh yang cukup dominan terhadap keberhasilan kehamilan menuju persalinan yang aman. Fakta mengatakan bahwa wanita yang mengikutsertakan pasangan selama kehamilan sangat kecil gejala emosional dan fisik, sedikit kerja dan komplikasi pada anak dan memudahkan persalinan (Grossman, dkk, 1980, May, 1982), untuk persiapan kelahiran, pasangan biasanya mencari informasi pada orang yang mengetahui, memonitor dan merawat, misalnya bidan dan dokter (Patterson, 1990).
Hal ini diyakini karena ada dua kebutuhan utama yang ditunjukkkan wanita selama hamil yaitu menerima tanda-tanda bahwa ia dicintai dan dihargai serta kebutuhan akan penerimaan pasangannya terhadap anaknya. Ada empat jenis dukungan yang dapat diberikan suami sebagai calon ayah bagi anaknya antara lain: dukungan emosi yaitu suami sepenuhnya memberi dukungan secara psikologis kepada isterinya dengan menunjukkan kepedulian dan perhatian kepada kehamilannya serta peka terhadap kebutuhan dan perubahan emosi ibu hamil, dukungan instrumental yaitu dukungan suami yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan fisik ibu hamil dengan bantuan keluarga lainnya, dukungan informasi yaitu dukungan suami dalam memberikan informasi yang diperolehnya mengenai kehamilan, dukungan penilaian yaitu memberikan keputusan yang  tepat untuk perawatan kehamilan isterinya. (Rukiyah, Ai yeyeh, dkk. 2009)
Setiap kehamilan berkaitan dengan hubungan antar seluruh anggota keluarga. Pada kenyataannya kehamilan pertama merupakan suatu bukti yang tidak dapat disangkal bahwa seseorang telah cukup tua untuk mempunyai anak yang akan melahirkan seorang cucu. Hampir semua kakek nenek merasa sangat gembira dengan kehadiran bayi baru dan melampiaskan kegembiraannya dalam perilakunya sebagai orang tua sewaktu anaknya masih bayi. Kakek nenek adalah ahli sejarah yang melanjutkan sejarahnya pada keluarga dan menerapkan pada masa kini.sebagai orang yang memberi pengalaman, sebagai contoh peran dan orang yang memberi dukungan. Penelitian terbaru membuktikan pentingnya hubungan antara kakek nenek merupakan sumber kekuatan keluarga. Dukungan mereka dapat memperkuat sistem keluarga dengan memperluas dukungan dan asuhan.
Ibu multipara dengan anak yang lebih besar harus mencurahkan banyak waktu dan tenaga untuk membentuk hubungan dengan anak-anak. Ibu perlu mempersiapkan anak yang lebih tua untuk kelahiran adiknya dan memulai proses perubahan peran dalam keluarga dengan mengikutsertakan anak dalam kehamilan.
Inti dalam support keluarga, siapapun yang berada didekat ibu hamil terutama keluarganya, ia dituntut untuk bisa memberikan dukungan penuh dalam mempertahankan kondisinya agar tetap dalam keadaan sehat, karena perlu diingat bahwa tidak setiap ibu dalam masa kehamilannya dalam kondisi kehidupan sosial (terutama) yang mendukung kehamilan itu. Dan disinilah bidan dituntut untuk dapat memberikan informasi penting terhadap keluarga ibu hamil mengenai pentingnya dukungan atau support keluarga terhadap kehamilan si ibu.

c.    Substance Abuse (Indrayani. 2011)
Pola psikoaktif dari penggunaan zat/bahan yang berisiko secara fisik bagi kesehatan ibu hamil dan janinnya, dapat memberikan pengaruh juga sacara psikologis. Pengaruh psikologis tersebut dalam bentuk ketergantungan, kecanduan dan penyalahgunaan. Gejala-gejala gangguan psikologis akibat substance abuse antara lain: gangguan dalam sosialisasi, gelisah, sifat lekas marah, halusinasi, euphoria (ketagihan dan over dosis), paranoid, stress.

d.   Partner Abuse (Indrayani. 2011)
Merupakan kekerasan/penyiksaan yang dilakukan oleh pasangan ibu hamil dan sangat berpengaruh terhadap proses kehamilan. Kekerasan tersebut dapat berupa kekerasan emosional, seksual atau fisik, kekerasan seperti pemukulan, penyiksaan dibebani kerja berat. Kekerasan psikologis, seperti tidak diperhatikan, suami selingkuh, dimarahi tanpa sebab yang pasti, istri menanggung beban keluarga, tingkah laku suami yang buruk (pemabuk, penjudi, pemarah).
Kekerasan terhadap wanita dapat terjadi pada semua kebudayaan, pendidikan, ras, agama dan latar belakang sosial ekonomi. Kekerasan terhadap wanita merupakan suatu bentuk “kejantanan laki-laki” terhadap wanita. Seorang wanita bagaikan sebuah benda, harta yang harus tunduk pada peraturan rumah tangga dan patut mendapatkan kekerasan.
Wanita yang mendapatkan kekerasan dalam rumah tangganya akan merasa harga dirinya rendah, kurang percaya diri, terlihat cemas dan depresi, ketakutan terjadi kekerasan berulang, ketakutan adanya ancaman pembalasan apabila dia meninggalkan pasangan sehingga wanita harus terus tinggal di dalam rumah dan terus berharap keadaan ideal akan terjadi pada keluarganya.
Kejadian ini akan terus berlangsung bahkan akan meningkat selama kehamilan. Pasangan melakukan kekerasan biasanya pada bagian abdomen, dada dan genitalia, sehingga ini akan mengakibatkan abortus, abruption plasenta, premature dan still birth. Pelaku melakukan kekerasan tersebut dengan sadar berusaha mengakhiri kehamilan karena merasa cemburu melihat istrinya hamil dan akan mempunyai anak.

No comments:

Post a Comment