Laman

Sunday, 18 January 2015

KONSEP DASAR THALASEMIA


A.    Pengertian
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. Dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia).
Secara molekuler, talasemia dibedakan menjadi talasemia alfa dan beta, secara klinis thalasemia dibedakan menjadi thalasemia mayor dan thalasemia minor.
B.     Etiologi
Penyebab Thalasemia adalah kelainan genetik antara lain :
1.      Struktur pembentukan hemoglobin yang abnormal
2.      Transkripsi gen
3.      Tidak adanya gen
Thalasemia menyebabkan ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, karena gen cacat yang diturunkan secara resesif dari kedua orang tua.
Ada banyak kombinasi genetik yang mungkin menyebabkan berbagai variasi dari talasemia. Penderita dengan keadaan talasemia sedang sampai berat. Ada banyak kombinasi genetik yang mungkin menyebabkan berbagai variasi dari talasemia. Penderita dengan keadaan talasemia sedang sampai berat menerima variasi gen ini dari kedua orang tuanya. Seseorang yang memvariasi gen talasemia dari salah satu orang tua dan gen normal dan orang tua yang lain adalah seorang pembawa.
C.     Patofisiologi
Penyebab anemia pada telesemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah kekurangannya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel – sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Terjadinya hemosederosis merupakan hasil kombinasi antara tranfusi berulang, peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis, serta proses hemolisis.
D.    Klasifikasi
Secara molekuler, talasemia dibedakan atas :
1.      Talasemia alfa ( gangguan pembentukan rantai alfa )
2.      Talasemia beta ( gangguan pembentukan rantai beta )
3.      Talasemia beta delta ( gangguan pembentukkan rantai beta dan delta )
4.      Talasemia delta ( gangguan pembentukan rantai delta )
Secara klinis di bagi dalam 2 golongan, yaitu :
1.      Talasemia mayor ( bentuk homozigot ) memiliki 2 gen cacat, memberikan gejala klinis yang jelas.
2.      Talasemia minor, dimana seseorang memiliki 1 gen cacat dan biasanya tidak memberikan gejala klinis.

E.     Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis).
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
1.      Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun, yaitu:
a.       Lemah
b.      Pucat
c.       Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
d.      Berat badan kurang
e.       Tidak dapat hidup tanpa transfusi
2.      Thalasemia intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
3.      Thalasemia minor/thalasemia trait : ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.

Pada anak yang sudah besar sering dijumpai adanya:
1.      Gizi buruk
2.      Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
3.      Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali ), Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja.

Gejala khas adalah:
1.      Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
2.      Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena penimbunan besi.


F.      Komplikasi
Pada talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya menjadi pembawa sifat. Sedangkan pada thalasemia mayor, tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga harus mendapatkan tranfusi darah seumur hidup. Transfusi darah pun bukan tanpa risiko. “Risikonya terjadi pemindahan penyakit dari darah donor ke penerima, misalnya, penyakit Hepatitis B, Hepatitis C, atau HIV. Reaksi transfusi juga bisa membuat penderita menggigil dan panas.
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfuse darah yang berulang-ulang dalam proses hemolisis menyebabkan kadar zat besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun di dalam berbagai jaringan tubuh seperti: hepar, limpa, kulit, jantung, dll. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatis). Limpa yang besar mudah rupture akibat trauma yang ringan saja. Kadang-kadang thalasemia disertai tanda hipersplenisme seperti leucopenia dan trombositopenia. Kematia terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak. Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif kolelikiasis sering dijumpai, komplikasi lain :
1.      Infark tulang
2.      Nekrosis
3.      Aseptic kapur femoralis
4.      Asteomilitis (terutama salmonella)
5.      Hematuria sering berulang-ulang
G.    Pemeriksaan dan Diagnosa
1.            Darah tepi :
a.       Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
b.      Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target.
c.       Retikulosit meningkat.

2.            Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
a.       Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
b.       Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.

3.            Pemeriksaan khusus :Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
a.       Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
b.      Pemeriksaan  pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).

4.            Pemeriksaan lain :
a.       Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
b.      Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.

H.    Penatalaksanaan
Anemia diatasi dengan tranfusi PRC (packed red cell). Tranfusi hanya dilakukan jika saat diagnosis ditegakan Hb < 8 g/dl. Selanjutnya sekali diputuskan untuk tranfusi darah. Hb harus dipertahankan di atas 12 g/dl dan tidak melebihi 15,5 g/dl. Bila  tidak ada tanda gagal jantung dan Hb sebelum tranfusi di atas5 gr/dl, diberikan 10-15 minggu/ KgBB per satu kali pemberian selama 2 jam atau 20 ml/ kgBB dengan kecepatan tidak lebih dari 2 ml/kgBB/jam. Penderita dengan gagal jantung harus dirawat dan diberikan oksigen dengan kecepatan 2-4 liter/ menit. Tranfusi darah dan diuretika. Kemudian bila masih diperlukan, diberikan digitalisasi setelah Hb > 8 g/dl bersama-sama dengan tranfusi darah secara perlahan sampai kadar Hb > 12 g/dl. Setiap selesai pemberian 1 seri tranfusi, kadar Hb pasca tranfusi diperiksa 30 menit setelah pemberian tranfusi berakhir.
Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan kalesi besi yaitu desferal secara intramuskular atau intravena.
Splenektomi diindikasikan bila terjadi hiperplenisme atau limfe terlalu besar sehingga membatsi gerak pasien dan menimbulkan tekanan intraabdominal yang mengganggu nafas dan berisiko mengalami ruptur. Hiperplenisme ditndai dengan jumlah tranfusi melebihi 250 ml/kgBB dalam 1 tahun terakhir dan adanya penurunan Hb yang drastis. Hiperplenisme lanjut ditandai dengan plansitopenia. Splenektomi sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun ke atas saat fungsi limfe dalam sistem imun tubuh telah dapat diambil alih oleh organ limfoid lain.
Imunisasi terhadap virus hepatitis B dan C perlu dilakukan untuk mencegahinfeksi virus tersebut melalui tranfusi darah.
Transplantasi tulang belakang perlu dipertimbangkan pada setiap kasus baru dengan thalasemia mayor. Obat pendukung seperti vitamin C dianjurkan diberi dalam dosis kecil (100-250 mg) pada saat dimulainya pemberian kalesi besi dan dihentikan saat pemberian kalesi selesai (vitamin C dapat meningkatkan efek desferoksamin) diberikan asam folat 2-5 mg/ hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada pasien thalasemia khususnya pada yang jarang mendapat tranfusi darah.
Secara berkala dilakukan pemantauan fungsi organ seperti jantung, paru, hati, endokrin termasuk kadar glukosa darah, gigi, telinga, mata dan tulang.



DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta : penerbit Aesculapius
Anonim. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Thalasemia. Tersedia di : http://aningadeputri.wordpress.com/2012/10/17/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-thalasemia/ Diakses Tanggal 20 Oktober 2013 Pukul 11. 00 Wita

Anonim. 2013. Askep Thalasemia Pada Anak. Tersedia di : http://widhawidhari.blogspot.com/2013/06/askep-thalasemia-pada-anak.html Diakses Tanggal 20 Oktober 2013  Pukul 12.00 Wita

Konsep Dasar Mioma Uteri


A.    Pengertian
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos uterus yang terdiri dari sel-sel
jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen.

B.     Etiologi
Faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui secara pasti, namun ada 2 teori yang menjelaskan faktor penyebab mioma uteri, yaitu:
1.    Teori Stimulasi
Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi dengan alasan :
a.       Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil
b.      Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum menarche
c.       Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause
d.      Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma uteri

2.      Teori Cell nest atau Genitoblas
Terjadinya mioma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen.
Selain teori tersebut, faktor risiko yang menyebabkan mioma uteri adalah:
a.       Usia penderita 
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi  dan sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10%.
b.      Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma  uteri  sangat  sedikit  ditemukan  pada  spesimen  yang  diambil dari hasil histerektomi wanita yang telah  menopause,  diterangkan bahwa hormon  esterogen  endogen pada wanita-wanita menopause pada level yang rendah/sedikit (Parker, 2007). Otubu et al menemukan bahwa konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih  tinggi  dibandingkan  jaringan  miometrium  normal  terutama  pada  fase proliferasi  dari  siklus menstruasi
c.       Riwayat Keluarga
Wanita  dengan  garis  keturunan  tingkat  pertama  dengan  penderita mioma  uteri  mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat  keluarga penderita mioma mempunyai 2 (dua) kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a myoma-related growth factor)  dibandingkan  dengan  penderita  mioma  yang  tidak  mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri.
d.      Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas  juga  berperan  dalam  terjadinya  mioma  uteri.  Hal  ini mungkin  berhubungan  dengan  konversi  hormon  androgen  menjadi  esterogen  oleh  enzim  aromatease di jaringan lemak (Djuwantono, 2005). Hasilnya terjadi peningkatan jumlah  esterogen  tubuh yang mampu meningkatkan prevalensi mioma uteri
e.       Makanan
Beberapa penelitian menerangkan hubungan antara makanan  dengan  prevalensi  atau  pertumbuhan  mioma  uteri.  Dilaporkan bahwa  daging  sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging babi menigkatkan insiden mioma uteri,  namun  sayuran  hijau  menurunkan  insiden  mioma  uteri.  Tidak  diketahui  dengan pasti  apakah  vitamin,  serat  atau phytoestrogen  berhubungan  dengan  mioma  uteri
f.       Kehamilan
Kehamilan  dapat  mempengaruhi  mioma  uteri  karena  tingginya  kadar  esterogen  dalam  kehamilan  dan  bertambahnya  vaskularisasi  ke  uterus  kemungkinan dapat mempercepat terjadinya pembesaran mioma uteri
g.      Paritas
Mioma  uteri  lebih  banyak  terjadi  pada wanita dengan  multipara dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua) kali.

h.      Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri. Diterangkan dengan penurunan bioaviabilitas  esterogen  dan  penurunan  konversi  androgen  menjadi  estrogen dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin.

C.     Klasifikasi
1.      Mioma Submukosum
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Paling sering menyebabkan perdarahan yang banyak, sehingga memerlukan histerektomi walaupun ukurannya kecil. Adanya mioma submukosa dapat dirasakan sebagai suatu “Curet Bump” (benjolan waktu kuret). Kemungkinan terjadinya degenerasi sarkoma juga lebih besar pada jenis ini. Sering mempunyai tangkai yang panjang sehingga menonjol melalui vagina, disebut sebagai mioma submukosa bertungkai yang dapat menimbulkan “Myomgeburt” yang sering mengalami nekrose atau ulserasi
2.      Mioma Intramural
Mioma terdapat di dinding uterus diantara serabut miometrium. Kalau besar atau multiple dapat menyebabkan pembesaran uterus dan berbenjol-benjol.
3.      Mioma Subserosum
Letaknya di bawah tunika serosa, kadang-kadang vena yang ada dipermukaan pecah dan menyebabkan perdarahan intra abdominal. Dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi Mioma Intra Ligamenter. Dapat tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligametrium atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut Wedering/Parasitik Fibroid. Mioma subserosa yang bertangkai dapat menimbulkan torsi

D.    Patofisiologis
Tumor ini mungkin berasal dari sel otot yang normal, dan otot imatur yang ada di dalam miometrium atau dari sel embrional pada dinding darah uteri. Apapun asalnya, tumor dimulai dari benih-benih multiple yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progresif (bertahun-tahun, bkan dalam hitungan bulan), di bawah pengaruh estrogen sirkulasi, dan jika tidak terdeteksi dan diobati dapat membentuk tumor dengan berat 10 kg atau lebih. Namun sekarang, sudah jarang karena cepat terdeteksi. Mula-mula tumor berada intramural, tetapi ketika tumbuh dapat berkembang ke berbagai arah. Setelah menopause, ketika estrogen tidak lagi disekresi dalam jumlah yangn banyak, maka myoma cenderung mengalami atrofi. Jika tumor dipotong, akan menonjol diatas miometrium sekitarnya karena kapsulnya berkontraksi. Warnanya abu-abu keputihan, tersusun atas berkas-berkas otot jalin menjalin dan melingkar-lingkar di dalam matriks jaringan ikat. Pada bagian perifer serabut otot tersusun atas lapisan konsentrik, dan serabut otot normal yang mengelilingi tumor berorientasi yang sama. Antara tumor dan miometrium normal, terdapat pseudokapsul, tempat masuknya pembuluh darah ke dalam myoma.
Pada pemeriksaan dengan mikroskop, kelompok-kelompok sel otot berbentuk kumparan dengan inti panjang dipisahkan menjadi berkas-bebrkas oleh jaringan ikat. Karena seluruh suplai darah myoma berasal dari beberapa pembbuluh darah yang masuk dari pseudokapsul, berarti pertumbuhan tumor tersebut selalu melampaui suplai darahnya. Ini menyebabkan degenerasi, terutama pada bagian tengah myoma. Mula-mula terjadi degenerasi hialin, atau klasifikasi dapat etrjadi kapanpun oleh ahli ginekologi pada abad ke-19 disebuut sebagai “batu rahim”. Pada kehamilan dapat terjadi komplikasi jarang (degenerasi merah). Ini diikuti ekstravasasi darah diseluruh tumor, yang memberikan gambaran seperti daging sapi mentah. Kurang dari 0,1% terjadi perubahan tumor menjadi sarcoma.
Jika myoma terletak subendometrium, mungkin disertai dengan menorhagia. Jika perdarahan yang hebat menetap, mungki akan mengalami anemia.saat uterus berkontraksi, dapat timbul nyeri. Myoma sub endometrium yang bertangkai dapat menyebabkan persisten dari uterus.
Dimanapun posisinya di dalam uterus, myoma besar dapat menyebabkan gejala penekanan pada panggul, disuria, sering kencing dan konstipasi atau nyeri punggung jika uterus yang membesar menekan rectum.
E.     Manifestasi Klinis
Faktor-faktor yang menimbulkan gejala klinis ada 3, yaitu :
1.       Besarnya mioma uteri,
2.       Lokalisasi mioma uteri,
3.       Perubahan pada mioma uteri.
Gejala-gejala yang timbul tergantung dari lokasi mioma uteri (cervikal, intramural, submucous), digolongkan sebagai berikut :
1.       Perdarahan abnormal
Perdarahan abnormal yaitu menoragia, menometroragia dan metroragia. Perdarahan sering bersifat hipermenore dan mekanisme perdarahan tidak diketahui benar. Faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu telah meluasnya permukaan endometrium dan gangguan dalam kontraktibilitas miometrium.
2.       Rasa nyeri pada pinggang dan perut bagian bawah, dapat terjadi jika :
a.       Mioma menyempitkan kanalis servikalis
b.      Mioma submukosum sedang dikeluarkan dari rongga rahim
c.        Adanya penyakit adneks, seperti adneksitis, salpingitis, ooforitis
d.      Terjadi degenerasi merah
3.       Tanda-tanda penekanan/pendesakan
Terdapat tanda-tanda penekanan tergantung dari besar dan lokasi mioma uteri. Tekanan bisa terjadi pada traktus urinarius, pada usus, dan pada pembuluh-pembuluh darah. Akibat tekanan terhadap kandung kencing ialah distorsi dengan gangguan miksi dan terhadap ureter bisa menyebabkan hidro uretre.   
4.       Infertilitas
Infertilitas bisa terajadi jika mioma intramural menutup atau menekan pors interstisialis tubae.
5.       Abortus
Abortus menyebabkan terjadinya gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim melalui plasenta.
6.       Gejala sekunder
Gejala sekunder yang muncul ialah anemia karena perdarahan, uremia, desakan ureter sehingga menimbulkan gangguan fungsi ginjal.

F.      Komplikasi
Mioma uteri berdampak pada kehamilan dan persalinan yaitu:
1.      Mengurangi kemungkinan wanita hamil terutama pada mioma uteri submukosum
2.      Kemungkinan abortus bertambah
3.      Kelainan janin dalam rahim
4.      Menghalangi lahirnya bayi
5.      Inersia uteri dan atonia uteri
6.      Mempersulit lepasnya plasenta


Komplikasi lain:
1.      Degenerasi Ganas
Mioma uteri yang menjadi Ieiomiosarkoma. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histology uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus Apabila mioma uteri cepat membesar dan Apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
2.      Torsi (putaran tangkai)
Ada kalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan dan akan tampak gambaran klinik dari abdomenakut.
3.      Nekrosis dan Infeksi
Pada myoma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan dari vagina, dalam hal ini kemungkinan gangguan situasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder.

G.    Penatalaksanaan
Pilihan pengobatan mioma tergantung umur pasien, paritas, status kehamilan, keinginan untuk mendapatkan keturunan lagi, keadaan umum dan gejala serta ukuran lokasi serta jenis myoma uteri itu sendiri. 55 % dari semua mioma uteri tesebut tidak membutuhkan pengobatan dalam bentuk apapun terutama jika :
1.         Tanpa keluhan
2.         Menjelang menopause
3.         Besarnya mioma kurang dari 12 minggu umur kehamilan

Penanganan mioma ada 2 yaitu :
1.       Penanganan konservatif
Penanganan ini dilakukakan bila :
a.       Mioma yang kecil pra dan postmenopause tanpa gejala. Cara penanganan konservatif sebagai berikut :
b.      Observasi, dengan pemeriksaan pelvir secara periodik setiap 3-6 bulan
c.       Bila anemi, Hb 8 gr%, transfusi PRC (packed red cell)
d.      Pemberian zat besi
e.       Penggunaan agonis hormone pelepas gonadotropiri. (GnRHa) Leuprolid asetat 3,75 mg intramuskuler pada hart 1 - 3 menstriasi setiap minggu sebanyak 3x.

2.      Penanganan operatif
Penanganan ini dilakukakan bila :
a.       Ukuran tumor lebih besar dan ukuran uterus 12 – 14 minggu
b.      Pertumbuhan tumor cepat
c.       Mioma subserosa bertançkai dan torsi
d.      Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
e.       Hipermenorea pada mioma submukosa
f.       Penekanan pada organ sekitarnya.

Jenis operasi yang dilakukari berupa:
a.       Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan seorang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Dilakukan pada penderita infertile atau yang masih menginginkan anak
b.      Histerektomi
dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, tindakan ada 2 macam yaitu :
1)      Histerektomi abdominal dilakukan bila tumor besar terutama mioma intragamenter, torsi dan akan dilakukan ooforektomi,
2)      Histerektomi vaginal dilakukan bila tumor kecil (ukuran tumor <gravid 12 minggu ) atau disertai dengan kelainan divagina misalnya rektokel, sistokel, enterokel

3.  Keadaan khusus tidak operasi / menjelang menopause yaitu dengan cara
a.       Radiasi
b.      Hormonal dan estrogen



DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kandungan . Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Manuwaba, Ida Bagus Gde. 2010 . Ilmu kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Anonim, 2012. Mioma Uteri. Tersedia di : http://www.dewinurindahsari.blogspot.com/2012/10/mioma-uteri.html/m=1 diakses tanggal 27 September 2013 pukul 11.00 wita
Anonim, 2009. Mioma Uteri . Tersedia di : http://www.ayurai.wordpress.com/2009/03/30/askeb-mioma-uteri/ diakses tanggal 27 September 2013 pukul 12.00 wita