Laman

Saturday 18 February 2012

Infeksi Nosokomial


1.  Definisi Infeksi Nosokomial
Infeksi adalah proses dimana seseorang yang rentan (susceptible) terkena invasi patogen atau invensius yang tumbuh, berkembangbiak, dan menyebabkan sakit. Yang dimaksud agen bisa berupa bakteri, virus, ricketsia, jamujr dan parasit. Penyakit mrnular atau invesius adalah penyakit tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain secara langsung ataupun tidak langsung.
·      Infeksi dari laboratorium. Infeksi nosokomial yang berasal dari kegiatan laboratorium oleh staf, bagaimanapun terjadinya
·      Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit dan merupakan infeksi yang san gat khas karena terjadi di rumah sakit. Infeksi yang tidak terjadi atau tidak dalam masa inkubasi pada saat pasien masuk di rumah sakit.
Kriteria infeksi berasal dari rumah sakit yaitu:
1.   Waktu mulai dirawat tidak didapat tanda klinik infeksi dan tidak sedang dalam masa inkubasi infeksi tersebut
2.   Infeksi timbul sekurang-kurangnya 72 jam sejaak mulai dirawat
3.   Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan lebih lama dari masa inkubasi infeksi tersebut
4.   Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan dari rumah sakit
5.   Infeksi terjadi pada neonatus dari ibunya pada saat persalinan atau selama perawatan di rumah sakit
Sumber infeksi nosokomial dapat berasal dari penderita sendiri, personil rumah sakit (dokter atau perawat), pengunjung maupun lingkungan.
II.2. Cara Penularan Infeksi Nosokomial
1.         Penularan secara kontak.
Ini dapat terjadi baik secara kontak langsung, konmtak tidak langsung dan droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person to person. Pada penularan infeksi hepatitis A virus secara fecal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi dengan sumber infeksi, mislanya kontaminasi peraltan medis oleh mikroorganisme
2.         Penularan melalui percikan
Kontak pada selaput lendir hidung, mulut atau mata dengan partikel infeksi ukuran > 5 µm bisa dikeluarkan melalui batuk, bersin, bicara atau tindakan seperti bronkoskopi atau pengisapan. Penularan dengan percikan melalui kontak tertutup antara sumber dan seseorang yang sensitif karena penularan melalui udara dan penyebaran dengan jarak dekat 1 meter atau kurang.
3.         Penularan terjadi melalui common vehicle.
Penularan ini melaluin benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu. Adapun  jenis-jenis common vehicle adalah darah atau produk darah, cairan intravena, obat-obatan dan sebagainya.
4.         Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan ini terjadi bila organisme mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak cukup jauh dan melalui saluran pernafasan, misalnya organisme yang terdapat dalams el-sel kulit yang terlepas akan membentuk debu yang dapat menyebar jauh (staphyloccocus) dan tuberculosis
5.         Penularan dengan perantara vektor
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal dan internal. Disebut penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang menempel pada tubuh vektor, misalnya shigella ddan salmonella oleh lalat.
Penularan secara internal bila mikoroorganisme masuk kedalam tubuh vektor dan dapat terjadi perubahan biologi, misalnya yersenia pestis pada ginjal (flea).

a.     Etiologi
      Kuman penyebab nosokomial, yaitu:
1.      Staphyloccocus aureus
Umumnya ditularkan oleh para petugas kesehatan yang menularkan biasa carier dan ditularkan melalui tangan di tempat perawatan dimana penyakit yang disebabkan kuman ini berupa endemik atau pandemik amka koloni staphyloccocus aureus ini dapat ditemukan di kulit, lubang hidung, dan nasofaring. Semakin tinggi koloni ini ditemukan, semakin tinggi pula angka kejadian infeksi oleh kuman tersebut. Infeksi yang ditimbulkan dapat berupa pustule di kulit, sepsis konjungtivitis, pneumonia, enteritis, dan lain-lain.
2.      Streptoccocus
Koloni ini dapat ditemukan di kulit, liang telinga, dan nasofaring. Oleh karena kuman ini dibawa bayi pada waktu lahir atau didapat ditempat perawatan yang ditularkan oleh petugas bangsal. Pada umunya infeksi streptoccocus ini masuk ke tubuh melalui kulit tubuh yang lecet, jalan nafas atau pencernaan, dan kemudian menimbulkan selulitis, pneumonia, sepsis, dan lain-lain.
3.      Pneumoccocus
Penularan biasanya berasal dari carier yaitu petugas kesehatan. Kuman ini dapat menyebabkan pneumonia, infeksi kulit, infeksi tali pusat, sepsis, dan lain-lain
4.      Listeria monocytogenes
Infeksi ini dapat terjadi daplam kandungan (mellaui placenta ke janin atau melalui jalan rahim). Menurut Barr (1974) infeksi listriosis lebnih sering terjadi pasca waktu bayi melalui jalan lahiroleh karena bayi terkontaminasi dengan flora di jalan lahir yang mengandung kuman Listeria. Wabah yang terjadi di bangsal adalah akibat terjadi infeksi silang antara sesama bayi baru lahir (BBL). Selain itu dapat terjadi infeksi trensplacenta yang menyebabkan tumbuhnya gejala infeksi berat seperti pneumonia, sepsis, absesmiller dan abseshati. Koloni kuman ini ddapat dijumpai di hidung, tenggorokan, mekonium, darah, dan air seni.
5.      Kuman gram negative
Kuman gram negative seperti klebsila pneumonia, flapobacterium meningosepticum, pseudomonnas aeruginosa, E. Coli, Salmonella, Shigela, dan lain-lain. Penyakit ynag ditimbulkan adalah enteritis, sepsis, meningitis, pneumonia, dan infeksi traktus urinarius.
          Di negara-negara ini terjadinya infeksi nosokomial tinggi karena kurangnya pengawasan, praktik pencegahan infeksi yang buruk, pemakaian sumber terbatas yang tidak tepat, dan rumah sakikt yang penuh sesak. Faktor-faktor yang berperan adalah:
·         Standar dan praktik pelayanan darah yang tidak mencukupi
·         Meningkatnya penggunaan alat-alat medik invasif (misalnya, ventilator mekanik, kateter urin, dan selang intravena sentral) tanpa pelatihan atau dukungan laboratorium yang cukup
·         Penggunaan cairan intravena yang terkontaminasi, terutama buatan rumah sakit sendiri
·         Resistensi antibiotik karena penggunaan spektrum luas berlebihan
·         Suntikan yang tidak aman dan tidak perlu

b.     Patogenis dan Patofisiologi
Infeksi oleh populasi oleh kuman Rumah Sakit terhadap seorang pasien yang memang sudah lemah fisiknya tidak terhindarkan. Lingkungan Rumah Sakit harus diusahakan agar sebersih mungkin dan steril mungkin. Hal tersebut tidak harus bisa sepenuhnya terlaksanan karenanya tak mungkin infeksi nosokomial ini bisa diberantas secara total.
Setiap langkah yang tampaknya mungkin ahrus dikerjakan untuk menekan risiko terjadinya infeksi nosokomial. Yang paling penting adalah kembali pada kaidah sepsis dan antisepsis dan perbaikan sikap dan perilaku personil Rumah Sakit (Dokter dan Perawat)
Pada pasien dengan daya tahan yang kurang oleh karena penyakit kronik, usia tua, dan penggunaan imunosupresan, kuman yang awalnya patogen dan hidup simbiosis berdampingan secara damai dengan penjamu, akibat daya tahan yang turun dapat menimbulkan infeksi oportunistik. Maka infeksi nosokomial bisa merupakan infeksi oportunistik.




II.3. Dampak Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial memberikan dampak sebagai berikut :
1.        Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan cacat yang permanent dan kematian.
2.        Dampak tertinggi pada negara-negara sedang berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS yang tinggi.
3.        Meningkatkan biaya kesehatan di berbagai negara yang tidak mampu dengan meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan obat-obat mahal dan penggunaan layanan lainnya, serta tuntuntan hukum.

II.4. Pencegahan
infeksi nosokomial sebagian besar dapat dicegah dengan berbagai cara pencegahan infeksi yang telah tersedia dan relative murah yaitu :
1.      Menerapkan tindakan pencegahan (universal precaution) yang baku khususnya cuci tangan (atau pengunaan larutan cuci tangan aseptik) dan memakai alat pelindung diri (sarung tangan, masker, apron).
2.      Pengelolaan Jarum dan Alat Tajam untuk mencegah perlukaan.
3.      Memperhatikan dengan seksama proses yang telah terbukti bermanfaat untuk dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda lain yang kotor, diikuti dengan sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi (pengelolaan alat kesehatan)
4.      Pengelolaan limbah dan sampah rumah sakit.

II.5. Kewaspadaan Universal
Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dpat berpotensi menularkan penyakit, baik yang berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007). Disebut universal karena harus diberlakukan pada semu pasien dan semua prosedur tindakan tanpa kekecualian. Tujuannya adalah melindungi tenaga kesehatan dan semua pasien dari tertular penyakit selama menjalani perawatan, mengurangi jumlah mikroba patogen di lingkungan rumah sakit. Kewaspadaan universal ini meliputi cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, pemakaian alat pelindung diri (sarung tangan, masker, apron), pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan (Dep Kes RI, 2003).
            Kewaspadaan universal diterapkan untuk melindungi setiap orang (pasien dan petugas kesehatan) apakah mereka terinfeksi atau tidak. Kewaspadaan universal berlaku untuk darah, sekresi, ekskeri terkecuali keringat, luka pada kulit, dan selaput lendir. Penerapan standar ini penting untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui atau tidak diketahui misalnya pasien, benda terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai, dan sputum di dalam layanan kesehatan.
            Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi 5 kegiatan pokok, yaitu mencuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diri diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius, pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan alat tajam untuk mencegah perlukaan, dan pengelolaa limbah (Dep Kes RI, 2003).
a.         Cuci tangan
Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengendalian unfeksi (potter & perry, 2003). Tujuan mencuci tangan untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel di tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba total pada saat itu. Mikroorganisme pada kulit manusia dapat di klasifikasiakan dalam dua kelompok, yaitu flora residence dan flora transient. Flora residence adalah mikroorganisme yang secara konsisten dapat diisolasi dari tangan manusia, tidak mudah di hilangkan dengan gesekan mekanis yang telah beradaptasi pada kehidupan tangan manusia (Staphy Lococcus, corynobacterium, dan klebsiella). flora transient yang flora transit atau flora kontaminasi, yang jenisnya tergantung dari lingkungan tempat pekerja, kuman ini mudah dihilangkan dengan cuci tangan yang efektif (Staphylococcus aureus, streotococci, pseudumonas, escherichia-coli). Mikroorganisme ini dengan mudah dapat dihilangkan dari permukaan dengan gesekan mekanis dan pencucian dengan sabun atau detergen.
        Cuci tangan harus dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung diri dan untuk menghilangkan atau mengurangi mikrooganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat digantikan oleh pemakaian sarung tangan.
        Mencuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan dan alat pelindung lain. Tindakan ini untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran infeksi dapat di kurangi dan lingkungan kerja dapat terjaga. Cuci tangan di lakuakan pada saat sebelum memeriksa, kontak langsung dengan pasien, memakai sarung tangan, ketika akan menyuntik dan pemasangan infus. Cuci tangan harus dilakukan pada saat yang diantipasi akan terjadi perpindahan kuman.
1.        Tujuan Cuci Tangan
a)    Menekan / menguragi jumlah dan pertumbuhan bakteri pada tangan
b)   Menurunkan jumlah kuman yang tumbuh di bawah sarung tangan
c)    Mengurangi ririko transmisi mikroorganisme ke perawat dan pasien serta kontaminasi silang pada pasien lain, anggota keluarga dan tenaga kesehatan lain.
2.    Indikasi cuci tangan
a)    Sebelum memulai pekerjaan di ruangan
b)   Sebelum dan sesudah :
                                                  i.     kontak dengan pasien.
                                                ii.     melakukan tindakan kepada pasien seperti merawat luka, mengganti balutan.
                                              iii.     menggunakan benda-benda steril.
                                              iv.     kontak dengan pasien selama pemeriksaan harian atau mengerjakan pekerjaan ruti seperti membersihkan tempat tidur.
c)    Sebelum dan sesudah membuang wadah sputum, secret, cairan drain atau darah
d)   Sebelum dan sesudah mengganti peralatan kesehatan pasienseperti infus set, kateter, kantong drain urine, pemasangan CVP, tindakan operatif kecildan peralatan pernafasan
e)    Sebelum dan sesudah ke kamar mandi
f)    Sebelum dan sesudah membuang ingus atau membersihkan hidung
g)   Sebelum dan sesudah makan
h)   Sebelum dan sesudah mengambil specimen
i)     Pada saat tangan tampak kotor
j)          Sebelum pulang ke rumah.
3.    Cara cuci tangan
Langkah-langkah mencuci tangan (potter & perry, 2005) adalah sebagai berikut :
a)    Gunakan wastafel yang mudah digapai dengan air yang mengalir yang hangat , sabun biasa atau sabun antimikrobial, lap tangan kertas atau pengering.
b)   Lepaskan jam tangan dan gulung lengan panjang ke atas pergelangan tangan. Hindari memakai cincin. Jika memakai cincin, lepaskan selama mencuci tangan.
c)    Jaga kuku tetap pendek dan datar.
d)   Inspeksi permukaan tangan dan jari akan adanya luka atau sayatan pada kulitdan kutikula.
e)    Bediri di depan wastafel. Jaga agar tangan dan seragam tidak menyentuh wastafel.
f)    Alirkan air. Tekan pedal dengan kaki untuk mengatur aliran dan suhu atau dorong pedal lutut secara lateral untuk mengatur aliran dan suhu.
g)   Hindari percikan air mengenai seragam.
h)   Basahi tangan dan lengan bawah dengan seksama sebelum mengalirkan air hangat. Pertahankan supaya tangan dan lengan bawah lebih rendah daripada siku selama mencuci tangan.
i)     taruh sedikit sabun biasa atau sabun antimicrobial cair pada tangan, sabun dengan seksama.
j)     Gosok kedua tangan dengan cepat paling sedikit 10-15 detik. Jalin jari-jari tangan dan gosok telapak dan bagian punggung tangan dengan gerakan sirkulerpaling sedikit masing-masing 5 kali. Pertahankan supaya ujung jari berada dibawah untuk memungkinkan pemusnahan mikroorganisme.
k)   Jika daerah dibawah kuku kotor, bersihkan dengan kuku jari tangan yang satunya dan tambah sabun atau stik orangewood yang bersih.
l)     Bilas tangan dan pergelangan tangan dengan seksama, pertahankan supaya letak tangan dibawah siku
m) Ulangi langkah 10 sampai 12 namun tambah periode mencucui tangan 1,2 dan 3 detik.
n)   Keringkan tengan dengan seksama dari jari tangan ke pergelangan tangan dan lengan bawah dengan handuk kertas atau pengering.
o)   Jika telah digunakan,buang handuk kertas pada tempat yang tepat.
p)   Tutup air dengan kaki dan pedal lutut. Untuk menutup keran yang menggunakan tangan. Pakai handuk kertas yang kering (tissue).
b.        Menggunakan sarung tangan
Tujuan melindungi tangan dari kontak dengan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien dan semua benda yang terkontaminasi.
Jenis sarung tangan:
1.    Sarung tangn bersih
2.    Sarung tangan steril
3.    Sarung tangan rumah tangga
c.         Memakai masker dan kaca mata
Tujuannya melindungi selaput lender hidung, mulut dan mata selama melakukan tindakan dan perawatan pasien yang memungkinkan terjadi percikan darah dan cairan tubuh lain termasuk tindakan bedah ortopedi atau perawatan gigi.
d.        Apron atau baju pelindung
Tujuan adalah melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju atau seragam.
e.         Pengelolaan alat kesehatan
Pengelolaan alat-alat bertujuan mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan, atau untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai.semua alat, bahan dan obat yang akan dimasukkan kedalam jaringan dibawah kulit harus dalam keadaan steril. Pengelolaan alat ini dilakukan dengan dekontaminasi, pencucian alat, sterilisasi, dan penyimpanan alat kesehatan.
f.       Pengelolaan alat tajam
Ketika menangani alat-alat tajam, petugas kesehatan harus selalu menggunakan sarung tangan. Karena apabila tertusuk maka adanya sarung tangan akan mengurangi risiko petugas kesehatan terinfeksi dibandingkan tidak menggunakan sarung tangan.
Semua alat-alat tajam berupa jarum bekas suntikan, jarum bekas fungsi vena, fungsi arteri atau fungsi cairan tubuh lainnya, jarum bekas infus harus diberlakukan sebagai berikut:
1.    Jangan menutup kembali jarum-jarum tersebut dengan penutupnya tetapi masukkan jarum-jarum tersebut ke dalam jerigen plastik yang tahan tusukan
2.    Bila jerigen plastik yang dilengkapi alat pelepas jarum ini tidak tersedia maka dapat digunakan jerigen plastik biasa. Jarum dapat dilepas dengan menggunakan forceps.
3.    Bila ingin menutup jaring tersebut dengan penutupnya maka dapat dilakukan dengan metode penutupan sapu tangan yaitu tutup jarum diletakkan di atas meja, lalu jarum diusahakan masuk ke dalam tutupnya hanya menggunakan satu tangan.
4.    Jarum bedah dan pisau bedah bekas pakai harus dimasukkan ke dalam jerigen plastik tahan tusukan. Tidak boleh meninggalkan jarum bedah atau pisau bedah bekas pakai didalam linen yang akan disterilkan karena akan membahayakan petugas kesehatan yang menangani linen
5.    Setelah jerigen 2/3 bagian penuh maka jerigen di tutup dan kemudian di b awa ke insenerator untuk di musnahkan
g.         Pengelolaan sampah dan limbah rumah sakit
Sampah Rumah Sakit
Sampah adalah semua barang/benda/sisa barang/sisa benda yang sudah tidak berguna dan terbuang dari kehidupan sehari-hari. Sampah medis merupakan barang infeksius yang harus dikelola dengan baik dimulai pada saat pengumpulan, pengangkutan, sampai proses pemusnahan, sehingga penyebaran mikroba patogen dapat dicegah. Tempat asal sampah medis adalah semua unit pelayanan medis yang ada.
Contoh : Perban, kasa, plester, jarum suntik, set infus, kantong darah, sarung tangan, dan sebagainya.
Limbah Rumah Sakit
Limbah adalah produk akhir yang berupa material buangan dari sebuah proses pencucian, dekontaminasi atau proses metabolisme tubuh, yang dapat berbentuk cairan atau setengah padat. Limbah rumah sakit adalah semua limbah baik biologis maupun nonbiologis yang terbentuk akibat kegiatan di rumah sakit dan yang akan dibuang serta tidak dipergunakan lagi. Limbah medis atau klinik adalah bagian dari limbah rumah sakit yang terbentuk akibat proses penangan pasien baik saat proses diagnosa, pengobatan, ataupun saat proses lainnya termasuk riset yang berhubungan dengan kegiatan di rumah sakit. Limbah infeksius adalah bagian dari limbah media yang dapat mengakibatkan penularan penyakit.
Center Disease Control and prevention (CDC) menentukan criteria limbah medis dan memerlukan perhatian khusus :
1.      Limbah medis tajam yang terkontaminasi
2.      Limbah laboratorium serta bekas biakan kuman
3.      Jaringan patologi dan organ
4.      Darah serta hasil olahan darah
5.      Limbah hewan (laboratorium atau rumah sakit yang menggunakan hewan).

No comments:

Post a Comment